Demikian ungkap laporan Buku Putih (White Paper) Badan Kepolisian Nasional Jepang (NPA) tahun 2012 yang dikeluarkan belum lama ini.
Catatan tersebut adalah untuk tahun 2011 di mana tertulis jumlah senjata api di Jepang hanya 246.783 pucuk saja dan dimiliki oleh 122.515 orang. Tentu saja senjata api ini yang tercatat beredar ada di masyarakat umum.
Menarik pula diungkapkan bahwa selama tahun 2011 tersebut sebanyak 27 orang telah ditolak pengajuan perizinan untuk bisa memiliki senjata api. Lalu 95 orang telah dicabut perizinan kepemilikan senjata api.
Sementara bisa kita bandingkan tahun 2009 tercatat sebanyak 299.939 senjata api dan 142.294 pemilik yang mendapat izin kepemilikan senjata api. Jelas sekali jumlah senjata api dan kepemilikannya di Jepang sangat berkurang dari tahun ke tahun. Berkurangnya jumlah tersebut seiring pula dengan berkurangnya kasus tembak-menembak serta berkurangnya jumlah orang yang meninggal gara-gara kasus penembakan di Jepang.
Tahun 2002 sebanyak 158 kasus penembakan dan 24 meninggal sebagai akibat penembakan tersebut. Sedangkan tahun 2012, sepuluh tahun kemudian, tercatat 45 kasus penembakan dan delapan orang meninggal. Dari 45 penembakan tersebut, 33 kasus penembakan melibatkan Yakuza.
Jepang memang negara maju dengan kasus penembakan dan kepemilikan senjata api paling sedikit di dunia.
Menurut sumber Tribunnews.com di kepolisian Jepang, umumnya kepemilikan senjata api hanya polisi dan Yakuza saja. Beberapa penyebab mengapa senjata api sedikit beredar di masyarakat.
Pertama, masyarakat berpikir bahwa sebenarnya pistol atau senjata api tidaklah membunuh manusia. Yang membunuh manusia sebenarnya manusia itu sendiri. Pistol hanyalah alat saja. Jadi yang berbahaya sebenarnya manusia itu sendiri bagaimana supaya bisa menjadi bijaksana, tidak menjadi jahat, manusia sendirilah yang harus berusaha untuk itu sehingga bisa hidup saling berdampingan dengan damai.
Kedua, jumlah manusia Jepang saat ini jauh semakin sedikit orang dewasanya dan umumnya sudah beralih menjadi manusia lanjut usia (lansia). Bagi lansia umumnya tidak diperkenankan memegang senjata api karena memang tidak mudah untuk menggunakan senjata api dan ditakutkan malah membahayakan keselamatan orang lain dengan faktor usia yang sudah lanjut tak bisa mengontrol senjata api dengan baik.
Ketiga, karena pengaruh budaya dan jiwa orang Jepang yang melihat bahwa penggunaan senjata api justru malahan membuat diri sendiri tidak tenang. Jadi untuk mengantisipasi kejahatan akan lebih baik dengan kemampuan diri sendiri, dengan senjata yang ada seperti pedang, akan lebih "berseni". Itulah sebabnya nama UU itu pun menambahkan kata pedang selain kata senjata api. Karena pedang sudah menjadi budaya di Jepang sebagai alat bela diri dan sekaligus membunuh secara kesatria dengan cara terhormat.
Keempat, UU Pengawasan Senjata Api dan Pedang Jepang memang teramat sangat ketat (termasuk hukuman sangat berat) dengan peraturan yang ada tertulis di sana. Demikian pula persyaratan pengambilan izin kepemilikan senjata api saat ini dari berbagai revisi sudah teramat sangat ketat. Masa kepemilikan (perizinan) sekarang hanya satu tahun. Setelah itu harus ujian (test) kembali dilakukan, baik lisan, tertulis, termasuk psikologis, kesehatan dan bahkan penyelidikan dilakukan polisi sampai ke lingkungan rumah calon yang mengajukan diri untuk memiliki senjata api.
"Polisi terkadang datang ke rumah calon pemilik perizinan senjata api guna melihat bertanya dan menyelidiki keadaan lingkungan serta investigasi apakah memang orang tersebut tidak bermasalah. Kalau ketahuan di lingkungan ada sedikit masalah, misalnya pertengkaran dengan tetangga, hal ini menjadi cacat karena ditakutkan senjata api bisa saja digunakan sebagai upaya menyelesaikan pertengkaran tersebut," ungkap sumber itu lagi.
Senjata api yang disebutkan di atas pun sebenarnya bukan pistol atau bukan senjata api laras pendek seperti yang dimiliki pihak polisi. Untuk masyarakat umum dilarang kepemilikan tersebut. Jadi kepemilikan senjata api itu hanyalah senjata api laras panjang untuk maksud berburu. Larangan kepemilikan senjata api laras pendek seperti pistol dilarang di Jepang sejak tahun 1965. Senjata api sendiri masuk ke Jepang sekitar tahun 1500-an antara lain melalui kapal-kapal dagang asing yang masuk ke Jepang saat itu.
Kepemilikan senjata laras panjang untuk tujuan berburu pun teramat sangat ketat dengan segala macam pengujian seperti tertulis di atas pula.
Kini berbagai kepemilikan senjata api pun mulai diusut lebih lanjut karena diperkirakan ada nemuri-ju (pistol tidur), pistol zaman dulu sekali dikeluarkan, lalu tak berjejak lagi karena masih longgar pengawasan dan pendataan kurang baik, yang harus ditarik mundur segera apalagi ketahuan pihak kepolisian.
Kasus kepemilikan senjata api juga ada. Misalnya Juli 2008 seorang karyawan biasa berusia 45 tahun di daerah Shikoku, selatan Jepang, yang berusaha memperpanjang izin kepemilikan senjata apinya, ditangkap pihak kepolisian karena sertifikat medisnya ternyata palsu. Tentu saja dia akhirnya diadili dan masuk penjara dan atau denda yang berat alkibat perbuatan pemalsuan tersebut.
Hukuman yang sangat berat juga membuat Yakuza sungkan menggunakan senjata api karena dianggap tidak imbang dengan keuntungan yang diperoleh. Belum lagi kesusahan yang akan didapat berupa penggerebegan kantor kalau ketahuan, ketangkap basah, seorang angotanya memiliki senjata api.
Bukti ini bisa kita lihat pada kasus Kaneyoshi Kuwata, bos Yamaguchi-gumi tanggal 26 Desember 1997 rombongannya menggunakan mobil Mercedes Benz distop polisi, digeledah dan ditemukan pistol di dalam salah satu mobil geng tersebut di daerah Roppongi.
Setelah melalui persidangan yang panjang akhirnya dihukum 7 tahun masuk penjara. Sejak saat itulah keputusan pengadilan tersebut menjadi yurisprudensi. Apabila ada anggota Yakuza ketangkap membawa peluru dan atau pistol, maka dihukum 7 tahun penjara dan atau hukuman denda, tergantung kasusnya pula.
Bagi polisi dan masyarakat sebenarnya senang apabila antar-anggota Yakuza saling menembak, perang, bunuh-bunuhan, asalkan di dalam rumahnya sendiri. Menjadi masalah adalah tembak-menembak terjadi, dan perang antara Yakuza dilakukan di tempat terbuka sehingga bisa membawa korban masyarakat umum yang mungkin saja jadi korban kena peluru nyasar.
Apabila hal ini terjadi polisi biasanya akan marah sekali dan penggerebegan ke kantor atau markas organisasi Yakuza pasti dilakukan guna mencari, mengusut lebih lanjut senjata api tersebut. Hal inilah yang sangat tak diinginkan pihak yakuza. Salah satu alasan, sungkannya Yakuza menggunakan senjata api. Alasan lain, dianggap pengecut menggunakan senjata api, karena terlalu mudah membunuh seseorang dengan menggunakan senjata api. Sumber : http://www.tribunnews.com/2013/04/07/meski-negara-maju-jumlah-pemilik-senjata-api-di-jepang-sedikit